Senin, 14 September 2009

Review and Sharing Buku "Ramadhan di Musim Gugur" 2

RDMG, CERITANYA GUE BANGET!!!
Oleh: Indah Julianti (indahjuli@gmail.com)

Ketika memutuskan membeli buku ini, awalnya saya tertarik dengan covernya yang cantik. Covernya sangat metropolis dengan warna-warna yang ceria. Penasaran dengan isi buku yang dituliskan berisi kisah-kisah seru, lucu dan mengharukan seputar mudik dan merayakan lebaran, saya pun membelinya.

Tanpa membuang waktu lama (seperti beberapa buku lain, yang sudah saya beli tapi belum sempat dibaca), sepulang dari Gramedia Matraman, Jakarta Timur, saya langsung membaca buku Ramadhan di Musim Gugur ini menjelang waktu buka puasa.

Satu halaman, dua halaman, tiga halaman, empat halaman, hingga tak terasa satu judul cerita selesai tapi tak menghentikan keinginan saya untuk membaca cerita lainnya. Biasanya, saya suka penasaran dengan akhir cerita dari sebuah buku atau ingin mengetahui cerita apa yang terakhir, tetapi untuk buku Ramadhan di Musim Gugur ini, saya konsisten membacanya per cerita secara berurutan.

Setelah berbuka, sambil menunggu suami dan anak-anak pulang dari sholat tarawih, ditemani si putri terkecil yang masih berusia 3 bulan, saya meneruskan membaca Ramadhan di Musim Gugur. Dan ketika suami dan dua putri saya kembali dari sholat tarawih, saya pun telah menyelesaikan buku itu hingga cerita terakhir (Tamu Tak Diundang) dan profil penulis serta kontributornya.

Yap, untuk satu buku yang mengesankan memang tidak perlu waktu yang lama untuk menuntaskan membacanya. Tak perlu menunda-nunda membaca karena banyak cerita yang menarik dan inspiratif di buku itu. Selain itu, meski tema buku ini seputar mudik dan merayakan lebaran, namun tidak terjebak dalam keseragaman cerita.
Penulis mampu menyajikan tema mudik dan merayakan lebaran dengan berbagai versi sehingga pembaca mendapat cerita-cerita yang berbeda. Pembaca juga dapat merasakan rasa suka, sedih, bahkan tersenyum-senyum sendiri ketika membaca cerita yang mampu menembus relung hatinya.

Lalu cerita apa yang menarik buat saya ? Mayoritas cerita menarik dan membuat saya terharu biru. Bahkan di beberapa cerita, saya sempat menangis dalam hati ketika membacanya.

Misalnya saja ketika membaca cerita ”Lebaran Sebentar Lagi”. Jujur saya akui, saat membacanya tak terasa air mata menitik, membayangkan pedihnya hati Ucup. Saya merasakan bagaimana sedihnya perasaan Ucup ketika tak bisa memenuhi keinginan anaknya untuk membeli baju baru menjelang lebaran, tak punya uang untuk mengurus istrinya yang sakit. Sementara saya, baru saja membelikan anak-anak berpasang-pasang baju, padahal baju mereka masih ada yang layak pakai. Saya juga marah-marah kepada dokter yang salah mendiagnosa dugaan penyakit saya, hanya karena ia seorang dokter jaga. Uh...betapa terbaliknya, betapa saya tidak mensyukuri hidup ini, padahal saya sudah diberikan banyak kenikmatan oleh Allah SWT.

Seandainya saya berada di posisi Ucup, saya pasti tak akan bisa setegar ia dalam menghadapi kepahitan hidup. Saya akan nekat meminjam modal untuk berjualan tanpa memikirkan bagaimana cara saya membayarkan pinjaman tadi.

Lewat cerita Ucup, saya merenung, mampukah saya menghadapi kehidupan seperti kehidupan Ucup ? Insya Allah.

Itu cerita pertama. Cerita kedua yang berkesan adalah ”Jalan Panjang Tak Berujung”. Betapa memberikan maaf dengan hati ikhlas itu sangat susah. Mungkin saya telah memaafkan orang yang menyakiti hati saya, tapi itu hanya di mulut saja, di hati ? belum tentu. Bisa jadi, maaf saya hanya sekedar basa basi karena tidak enak dengan orang lain.

Seperti dalam cerita Jalan Panjang Tak Berujung, saya pun tahu berkali-kali Allah SWT lewat petunjuk-petunjuknya menyuruh saya untuk berlapang dada. Tapi rasanya sangat berat.

Bukan membenarkan sikap Sarah, tapi saya paham bagaimana sakitnya dikhianati apalagi oleh orang-orang tercinta. Betapa sakitnya kehilangan orang yang sangat dicintai dan sulitnya memberikan maaf untuk mereka.

Namun setidaknya cerita itu membuat saya sadar, apa yang terjadi adalah kehendak Allah SWT. Saya harus ikhlas memaafkan, tidak perlu berlama-lama menunggu pintu hati saya terbuka untuk ikhlas. Harus dimulai sekarang, karena saya mungkin akan terlambat menyadarinya.

Hanya dua saja yang berkesan ? Tidak, hampir semua cerita berkesan. Seperti halnya penulis, bulan Ramadhan memang paling berkesan bagi kaum muslim, apalagi saya dan keluarga.

Saya ingat, bagaimana ketika Ramadhan tiba, saya dan adik-adik menyambutnya dengan penuh suka cita. Terbayang di akhir Ramadhan, kami akan memakai baju baru buatan mama tercinta. Membayangkan uang yang akan kami terima dari sanak saudara sebagai THR, bisa membeli benda-benda yang kami inginkan...hehehehehe

Namun untuk urusan mudik, saya merasakannya setelah berumah tangga. Kebetulan suami saya berasal dari Yogyakarta. Saya sendiri, meskipun berasal dari suku Batak, namun hanya menumpang lahir di Medan, sementara masa kecil dan besar hingga menikah, saya jalani di Jakarta. Lagi pula orang tua saya jarang sekali mengajak kami mudik ke kampung halaman. Seingat saya, baru dua kali saya mudik ke Medan, sewaktu SD dan SMA, sehingga tak begitu banyak kesan yang tertinggal.

Barulah setelah menikah saya merasakan bagaimana rasanya mudik menjelang lebaran. Seperti cerita ”Oleh-oleh buat Mertua”, saya pun menyiapkan banyak oleh-oleh buat mertua dan saudara ipar di Yogyakarta. Saking banyaknya, suami saya sempat ngomel-ngomel karena tidak mau membawa banyak barang di kereta bisnis yang akan mengantarkan kami ke Stasiun Tugu.

Karena kami pulang dua hari menjelang lebaran, maka bisa dibayangkan betapa padatnya calon penumpang kereta api Fajar Utama saat itu. Tidak jauh berbeda dengan cerita ”Rekor Berdiri 24 Jam”, untuk masuk kedalam kereta pun, saya dan suami harus berebutan dengan penumpang lainnya. Tak jarang saling sikut, supaya bisa masuk ke dalam kereta. Alhamdulillah, kami tak perlu berdiri, karena sudah punya tiket yang ada nomor kursinya.

Setelah menikah juga, saya mengalami betapa susahnya kalau pembantu kita pulang mudik di saat lebaran. Saya tidak seberuntung tokoh Nuri di cerita ”The Most Wanted Person”, yang tempat kerjanya dekat dengan rumah. Kalau saya, saat tidak ada pembantu, mau tak mau mengungsi ke rumah orang tua, supaya anak-anak ada yang menjaga.

Betapa sedih hati saya, karena anak-anak menjadi korban dioper sana sini. Bayangkan saja, pagi-pagi mereka harus ikut ke rumah orang tua saya untuk dititipkan, kemudian sore harinya, baru pulang ke rumah. Kalau mereka lelah, terpaksa menginap di rumah kakek neneknya. Betul kata Nuri, pembantu itu memang orang yang paling penting bagi para ibu pekerja, terutama di saat-saat lebaran....hehehehehe

Sementara dalam urusan belanja untuk hari lebaran, saya sama gilanya dengan tokoh Rina Maryani..hehehehehe

Dan cerita ”Gara-gara Gila Belanja” membuat saya tertohok dan menertawakan diri sendiri karena cerita itu seakan cermin buat saya. Saya pun sadar, bahwa belanja gila-gilaan itu tak ada faedahnya. Untung kantor masih bisa memberikan THR kepada karyawannya, coba kalau seperti kantor Rina, wah bisa-bisa saya stress karena gaji habis dibelanjakan.

Ah, betapa cerita-cerita seputar bulan Ramadhan dan Idul Fitri memang selalu mengesankan. Karena itu, buku Ramadhan di Musim Gugur ini, menurut saya menginspirasi para pembacanya dan membuat kita teringat kembali akan kenangan-kenangan indah itu meski itu cerita duka atau suka.

Kalau boleh disebut dengan bahasa gaul, cerita-cerita yang ada di buku Ramadhan di Musim Gugur ini : Gue Banget!!! Hehehehe
Buku ini pantas dimiliki para pecinta buku, bahasanya sederhana namun sarat dengan makna kehidupan. Bravo untuk penulis (Elie Mulyadi) dan para kontributornya. Ditunggu cerita-cerita inspiratif lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar